Isu Penegakan Hukum Pemilu terkait Undang - Undang
Panwascam Serengan -Isu penegakkan hukum pemilu menjadi isu yang kerap diperdebatkan
dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang diadakan oleh Panitia khusus
(Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu. Mulai dari Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),
Kepolisian Republik Indonesia (Polri), hingga Mahkamah Agung (MA),
memberikan usulan masing-masing.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengusulkan agar Bawaslu
fokus menangani pelanggaran administrasi pemilu dan menyerahkan
pelanggaran pidana pemilu kepada kepolisian. Sedangkan sengketa tahapan
pemilu dan hasil pemilu diselesaikan oleh Mahkamah Kehormatan Pemilu
(MKP) yang merupakan transformasi dari DKPP. Alasannya, sengketa pemilu
mesti diselesaikan dalam waktu singkat sehingga membutuhkan peradilan
khusus agar penyelesaian tidak berlarut-larut.
“Saran saya, Bawaslu fokus tangani pelanggaran administrasi saja.
Sengketa tahapan dan hasil pemilu biar ditangani oleh MKP. MK (Mahkamah
Konstitusi) sendiri sebenarnya keberatan harus menangani sengketa hasil
pemilu,” kata Ketua DKPP, Jimly Asshidiqqie, pada rapat dengar pendapat
di Senayan, Jakarta Selatan (7/12).
Bawaslu sendiri menyatakan siap atas tugas yang diamanahkan oleh
Pemerintah dalam RUU Pemilu untuk menangani pelanggaran administrasi dan
sengketa tahapan pemilu. Bawaslu menyerahkan penanganan pelanggaran
pidana pemilu kepada kepolisian dan kejaksanaan. Menurut Bawaslu, yang
terpenting dari penegakan hukum pemilu adalah lembaga penanganan satu
atap yang khusus menangani suatu jenis perkara pemilu.
“Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) itu perlu dievalusi.
Banyaknya pihak yang terlibat menyebabkan alur koordinasi jadi panjang,
sehingga menghambat kinerja Bawaslu. Jadi, baiknya adalah otoritas satu
atap,” jelas anggota Bawaslu, Nasrullah.
Berbeda dengan kedua usulan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil
mengusulkan agar sengketa tahapan pemilu diselesaikan oleh majelis ad hoc di
pengadilan tinggi di setiap provinsi. Mekanisme penyelesaian yakni
pelapor menggunakan hak sanggahnya ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), baru
kemudian mengajukan sengketa ke majelis ad hoc tersebut. Sedangkan, untuk sengketa hasil, Koalisi Masyarakat Sipil mengusulkan agar tetap diselesaikan oleh MK.
“Untuk sengketa tahapan, di naskah kodifikasi UU Pemilu kami usulkan untuk membentuk majelis ad hoc di
pengadilan tinggi setiap provinsi. Kalau sengketa hasil, kita usulkan
seluruhnya di MK,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan
Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, kepada Rumah Pemilu (5/1).
Apabila pembentukan majelis ad hoc tidak memungkinkan,
Koalisi Masyarakat Sipil mengusulkan agar sengketa tahapan pemilu
diselesaikan oleh Bawaslu. Hal ini ditujukan untuk menghindari
disparitas putusan. Namun, Koalisi Masyarakat Sipil memberikan catatan
agar Bawaslu melakukan penguatan pada hukum acara dan memperbaiki aspek
penyelesaian sengketa lainnya.
“Ini merujuk pada penyelesaian sengketa di Pemilu 2014. Bawaslu perlu melakukan penguatan terkait hukum acara, supporting peradilan, dan aspek penyelesaian sengketa lainnya,” jelas Titi.
Sementara itu, mengenai sengketa administrasi, Koalisi Masyarakat
Sipil mengusulkan agar pemohon menyampaikan sengketa administrasi pemilu
kepada Bawaslu paling lambat enam hari sejak dikeluarkannya keputusan
KPU. Selanjutnya, Bawaslu wajib memutus sengketa administrasi pemilu
dalam batas waktu paling lambat 14 hari sejak permohonan sengketa
teregistrasi.
Pemohon yang tak puas dengan putusan Bawaslu dapat melakukan banding
ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), dan PT TUN wajib
memutus perkara tersebut dalam waktu paling lambat 10 hari. Putusan PT
TUN bersifat final dan mengikat.
Selanjutnya, Koalisi Masyarakat Sipil mengusulkan agar pengajuan
sengketa hasil pemilu kepada MK dilakukan dalam waktu 6 kali 24 jam
sejak ditetapkannya hasil pemilu oleh KPU. MK wajib memutus perselisihan
hasil pemilu anggota legislatif dalam waktu paling lambat 30 hari, dan
hasil pemilu presiden dan wakil presiden dalam waktu paling lambat 25
hari sejak permohonan teregistrasi.
“Kami harap ada fokus pembahasan mengenai penyelesaian sengketa
pemilu dan penegakan hukum pemilu oleh Pansus RUU Pemilu. Selama ini,
penegakan hukum pemilu kurang diperhatikan, padahal ini tak kalah
penting,” tutup Titi. ** ( Rumah pemilu )
Tidak ada komentar